Huruf Braille
Sejarah
Huruf Braille
Munculnya inspirasi untuk
menciptakan huruf-huruf yang dapat dibaca oleh orang buta berawal dari seorang
bekas perwira artileri Napoleon, Kapten Charles Barbier. Barbier
menggunakan sandi berupa garis-garis dan titik-titik timbul untuk memberikan
pesan ataupun perintah kepada serdadunya dalam kondisi gelap malam. Pesan
tersebut dibaca dengan cara meraba rangkaian kombinasi garis dan titik yang
tersusun menjadi sebuah kalimat. Sistem demikian kemudian dikenal dengan
sebutan night writing atau tulisan malam.
Demi menyesuaikan kebutuhan para
tunanetra, Louis Braille mengadakan uji coba garis dan titik timbul Barbier
kepada beberapa kawan tunanetra. Pada kenyataannya, jari-jari tangan mereka
lebih peka terhadap titik dibandingkan garis sehingga pada akhirnya huruf-huruf
Braille hanya menggunakan kombinasi antara titik dan ruang kosong atau spasi.
Sistem tulisan Braille pertama kali digunakan di L’Institution Nationale des
Jeunes Aveugles, Paris, dalam rangka mengajar siswa-siswa tunanetra.
Kontroversi mengenai kegunaan huruf Braille di Perancis sempat muncul hingga berujung pada pemecatan Dr. Pignier sebagai kepala lembaga dan larangan penggunaan tulisan Braille di tempat Louis mengajar. Karena sistem baca dan penulisan yang tidak lazim, sulit untuk meyakinkan masyarakat mengenai kegunaan dari huruf Braille bagi kaum tunanetra. Salah satu penentang tulisan Braille adalah Dr. Dufau, asisten direktur L’Institution Nationale des Jeunes Aveugles. Dufau kemudian diangkat menjadi kepala lembaga yang baru. Untuk memperkuat gerakan anti-Braille, semua buku dan transkrip yang ditulis dalam huruf Braille dibakar dan disita. Namun dikarenakan perkembangan murid-murid tunanetra yang begitu cepat sebagai bukti dari kegunaan huruf Braille, menjelang tahun 1847 sistem tulisan tersebut diperbolehkan kembali.
Pada tahun 1851 tulisan Braille
diajukan pada pemerintah negara Perancis agar diakui secara sah oleh
pemerintah. Sejak saat itu penggunaan huruf Braille mulai berkembang luas
hingga mencapai negara-negara lain. Pada akhir abad ke-19 sistem tulisan ini
diakui secara universal dan diberi nama ‘tulisan Braille’. Pada tahun 1956,
Dewan Dunia untuk Kesejahteraan Tunanetra (The World Council for the Welfare
of the Blind) menjadikan bekas rumah Louis Braille sebagai museum. Kediaman
tersebut terletak di Coupvray, 40 km sebelah timur Paris.
Sistem Tulisan Braille
Sistem tulisan Braille mencapai
taraf kesempurnaan pada tahun 1834. Huruf-huruf Braille menggunakan kerangka
penulisan seperti kartu domino. Satuan dasar dari sistem tulisan ini disebut
sel Braille, di mana tiap sel terdiri dari enam titik timbul; tiga baris dengan
dua titik. Keenam titik tersebut dapat disusun sedemikian rupa hingga
menciptakan 64 macam kombinasi. Huruf Braille dibaca dari kiri ke kanan dan
dapat melambangkan abjad, tanda baca, angka, tanda musik, simbol matematika dan
lainnya. Ukuran huruf Braille yang umum digunakan adalah dengan tinggi
sepanjang 0.5 mm, serta spasi horizontal dan vertikal antar titik dalam sel
sebesar 2.5 mm.

0 komentar:
Posting Komentar